Kenapa orang yang rajin ibadah masih sering menyakiti hati orang lain?

Lingkungan saya banyak orang-orang yang memakai pakaian agamis ketika menuju tempat peribadatan. Lengkap dengan aksesorisnya, alat-alat yang digunakan untuk beribadah, berdoa. Mungkin bagi yang melihatnya dari jauh, hal itu terlihat bagus.

Namun bagi saya sendiri yang melihat dari dekat, saya justru heran dengan orang-orang itu.

Karena sikapnya berbeda dengan gambaran yang seharusnya, bukannya menenangkan hati, menentramkan pikiran. Justru orang-orang ini sering menyakiti hati.

Entah hanya karena hal sepele hingga hal-hal yang besar.

Sebagai contoh, tetangga saya. Dia berumur senja, dan sangat rajin sekali ke tempat ibadah. Namun seringnya terdengar dialog dengan cucunya seperti ini
"rizki! ini sepedanya menghalangi jalan! jadi bikin saya telat ke tempat ibadah!" dengan nada yang cukup kasar,
kemudian terdengar jawaban dari cucunya,
"Sepeda di pinggir kok, kakek saja yang memang telat, coba kalau tidak mepet persiapannya"
Hal sepele tentang seperti itu saja jadi membuat suatu permasalahan,

Ketika pulang dan pintu ditutup,
Karena malam, sehingga pintu ditutup. Dengan menggedor-gedor pintu kakek tersebut teriak kepada cucunya,
"Ini pintunya dibuka! abis ibadah malah dibikin marah"
cucunya menjawab, "ya sabar. ini juga lagi jalan, sering ibadah tapi sering marah-marah"

Nah, karena statemen terakhir dari cucu tersebut. Saya jadi merenung, iya ya. Kenapa orang rajin ibadah tapi masih sering marah-marah, sering menyakiti hati.

Darimana kita akan mengupas persoalan ini ya,

Kita awali saja dengan konsep ibadah

via pixabay.com

Mari kita samakan persepsi terlebih dulu, bahwa ibadah adalah segala kegiatan yang yang berhubungan dengan nilai-nilai kebaikan atau lebih spesifik, segala ritual yang berhubungan dengan Dia, komunikasi dengan Dia, entah bagaimanapun caranya dan tempatnya, serta agamanya.

Kalau begitu, berarti tidak ada yang aneh dong. Orang-orang rajin beribadah, menjalankan ritual dengan Dia, berkomunikasi.
Memang untuk tindakannya tidak ada yang aneh.
Tapi justru yang aneh adalah hal yang paling fundamental yang tak terlihat orang-orang tersebut.

Memaknai apa itu ibadah

Sebenarnya ibadah itu apa? apa sudah cukup dengan melakukan aturan-aturan ibadah?
Apakah ibadah itu hanya cukup dengan datang ke tempat ibadah lalu melakukan setiap gerakan ibadah?
Tidak cukup, inti dari ibadah bukanlah pada tindakan yang dilakukan, namun yang terpenting dari ibadah tersebut adalah niat, tujuan.

Sebagai contoh bagi umat muslim, pasti di setiap ibadah disertai niat "lillahi ta'ala".

Dari frasa tersebut, sudah tersirat bahwa tujuan/niat/makna ibadah tersebut adalah tentang keikhlasan.

Dan sudah sering terdengar, di ceramah, atau mungkin khotbah di tempat ibadah masing-masing, bahwasanya selalu mendoktrin "ibadah itu harus ikhlas, tidak mengharap apa-apa."
Menurut saya itu tepat sekali,
Namun yang menjadi rancu adalah ketika ada mereka mengajarkan konsep ibadah hanya untuk mendapatkan ridhonya.
Menjadi suatu kontradiksi, ketika sebelumnya kita diajarkan ikhlas, kita ibadah karena Tuhan Maha Tinggi.
Sudah cukup. Namun jika ditambah embel-embel kita ibadah untuk mendapatkan ridhonya maka sudah berbeda dengan frasa pada niat ibadah tersebut,

Bagi orang-orang yang rajin ibadah, kita akan mengenali apa tujuan dari ibadah mereka yang umum misalnya takut neraka, ingin masuk surga, dapat pahala, dilancarkan rejekinya, dapet jodoh, ditinggikan derajatnya dan berbagai tujuan lain. Salahkah tujuan-tujuan tersebut?

Jika tujuan orang-orang beribadah adalah hal-hal yang disebutkan di atas, maka menjadi rancu dengan makna ibadah itu sendiri.
Ibadah itu dilakukan dengan ikhlas, tidak ada bentuk keinginan, tidak ada harapan, tidak ada lagi ibadah agar/untuk, sebab jika ibadah masih dihubungkan dengan hal seperti itu, maka sudah jauh dari konsep keikhlasan. Artinya ibadahnya tidak ikhlas.

Kembali ke pertanyaan awal

Kenapa orang yang rajin ibadah masih sering menyakiti hati orang lain?

mungkin jawaban ini dapat memuaskan anda untuk sementara,

Jika orang tersebut memaknai ibadahnya saja belum sesuai dengan konsep yang fundamental, bagaimana bisa memaknai konsep kehidupan? memaknai etika dengan orang lain? menjaga perasaan orang lain?
Tentunya anda tidak boleh langsung mengiyakan jawaban tersebut, anda perlu berpikir untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan tersebut.
Maka sekarang mulailah untuk memaknai suatu hal dengan lebih terbuka, dan lepaskan diri dari belenggu doktrin, dari ketakutan.
Jangan takut untuk berpikir.
Namun berpikirlah dengan cara yang tepat.
Misalnya dengan sering membaca buku yang penulisnya telah terpercaya (misal kitab, atau buku lain karangan penulis), atau dengan sering peka terhadap hal-hal di sekililing.
Tuhan selalu menyertai orang yang berpikir.
Sebagai contoh dalam kitab kita, berapa banyak kata "ilmu dan berpikir" muncul?
Banyak sekali, itu sebagai tanda kita untuk menggunakan otak kita berpikir.

Semoga renungan kehidupan ini bermanfaat untuk kita semua.

tentang pemaknaan ibadah saya sandingkan dengan artikel dari sumber ini :
http://www.kompasiana.com/anggera_erdiana/kesalahan-dalam-memahami-ibadah_57e3e540ce7e616c184061da
Karena sejajar dengan yang saya maksud.

Saya bukan ahli agama, saya hanya sering berpikir dan merenung,
maka jika ada suatu konsep yang menurut anda lebih tepat silakan bisa tuliskan di komentar

Iezel
Share: