[Cerpen] Kenangan Sania

Kenangan Sania
By = Iezel Lee

“Lihatlah rembulan itu, Sania”, Rojib menunjuk ke arah cahaya bulan berasal.
“Iya, kenapa?”
“Indah ya?”
“Kamu benar, Jib”
“Tapi kamu lebih indah, Sania”

Gadis kecil itu tersipu, hingga lesung pipitnya tak bisa disembunyikan. Lalu Rojib mengenggam tangan Sania. Dua orang itu tengah duduk berdampingan di bangku halaman rumah Sania. Ahhh, malam memang selalu indah karena rembulan.

Rambut Sania dibiarkan lurus terurai dengan hiasan mawar merah di atas kuping kirinya. Kepalanya perlahan merebah ke pundak Rojib. Tiba-tiba warna hiasan mawar merambat ke pipinya seakan tahu bahwa gadis kecil itu tengah malu-malu.

Sejenak kedua anak kecil itu tak bersuara, bangku yang mereka duduki juga terdiam, hening malam pun membuat suasana semakin lengang. Lalu bangku itu tersenyum, sepasang anak kecil tengah menatap rembulan. Di kejauhan, rembulan juga tersenyum menatap mereka semua.

“Sebentar lagi awan itu menutupi rembulan”, kata Rojib
“Iya, sebentar lagi rembulan hilang”
“Kau tahu Sania? Sebenarnya bukan rembulan yang hilang. Tapi kita”
“Kenapa begitu?”, tanya Sania
“Karena rembulan selalu ada di sana. Hanya kita tak bisa melihatnya. Kitalah yang menghilang sebab rembulan tak tahu apakah nanti setelah awan hitam memudar, kita masih di sini atau tidak.”

***
Angin dingin bertiup tak ramah, kilatan cahaya menusuk cakrawala yang hitam. Sania merasakan ada kecemasan dalam dirinya. Lalu dia bertanya pada Rojib
“Tidakkah kau ingin menjadi rembulan?”
“Apa?”
“Menjadi rembulan, agar kau tak menghilang?”
“Aku tak ingin menjadi rembulan.”, jawab Rojib
“Kenapa?”
“Kau tahu Sania, rembulan itu kesepian, dia tak pernah tahu rasanya duduk disini bersamamu. Dia tak bisa
menjadi diriku karena itulah aku tak ingin menjadi rembulan”

Gadis kecil itu tersipu lagi, senyuman kecil memudarkan wajah cemasnya.
Lalu langit menangis, seperti bayi yang menangis ketika bangun tidur. Tangisan tanpa kesedihan, hanya kecemasan. Sepertinya langit mengetahui apa yang Sania rasakan.
Sania melepaskan genggaman Rojib, lalu berdiri menengadahkan tangannya merasakan tetesan langit. Sania memang menyukai hujan.

Lesung pipit Sania kali ini terlihat sangat jelas, membuatnya terlihat sangat manis. Dan bibirnya yang basah terkena hujan, diam-diam membuat Rojib ingin mencium Sania namun ia tak pernah berani melakukannya.
“Jib, tidakkah kau ingin merasakan hujan ini?”
“Aku sedang merasakannya”
“Dengan diam seperti itu?”, tanya Sania
Lalu Sania menarik tangan Rojib, dan mengajaknya berlarian di halaman rumah Sania. Di tengah hujan ini, mereka seperti anak kecil yang menikmati setiap waktu yang sedang ia jalani, seperti anak kecil yang melompat kegirangan ketika hujan, seperti anak kecil yang tak pernah cemas akan kematian.
Kedua anak kecil itu berlarian tertawa riang. Hujan berlangsung lama, seakan abadi, tak pernah akan berhenti. Sekilas, mereka semua membeku dalam aliran waktu.

***
Seekor burung belandung terheran-heran melihat semua kejadian itu. Burung belandung sedari tadi memperhatikan bangku tersebut dari atas pohon beringin yang tumbuh tidak jauh dari situ. Burung belandung tahu bahwa bangku itu sedang membayangkan sepasang anak kecil tengah duduk di atasnya, saling menggenggam tangan, menatap rembulan yang indah. Kemudian hujan membasahi mereka, dan kedua anak kecil itu berlarian di tengah hujan. Burung belandung tahu kedua anak kecil itu sebenarnya tidak ada. Burung belandung sangat ingin menghibur bangku kalau ia bisa.

Bangku menyadari keberadaan burung belandung, yang tiap malam melihatnya dari atas pohon beringin, ia tahu pasti burung belandung menganggap kedua anak kecil yang sedang duduk di atasnya tidak ada. Bangku tahu burung belandung tidak dapat merasakan keberadaan kedua anak kecil ini ketika malam. Pandangan burung belandung agak kabur karena gelap.

Kedua anak kecil tidak tahu bahwa bangku dapat berhalusinasi. Mereka tidak tahu bahwa rembulan tengah tersenyum melihat mereka. Mereka tidak tahu keberadaan burung belandung di atas pohon beringin yang tidak jauh dari situ.

***
Seekor burung belandung yang terduduk di atas pohon beringin lama kelamaan merasakan kesedihan si bangku. Ia tahu bangku itu sedang membayangkan sesuatu yang tidak ada. Yaitu sepasang anak kecil yang tengah duduk di atasnya, saling menggenggam tangan, menatap rembulan yang indah. Lalu membayangkan hujan, dan dua anak kecil yang duduk itu kemudian berlarian dengan girang. Burung belandung menangis. Perlahan, ia mengepakkan sayapnya. Lalu terbang dan hinggap di atas bangku itu.

Bersamaan dengan itu, terdengar suara langkah kaki ibu Sania yang berjalan mendekat ke kamar Sania,
“Sania, Ini makan dulu, ibu masakin telur mata sapi kesukaanmu”, kata Ibu Sania, disusul dengan tetesan air mata

Sedari tadi sebenarnya beliau sudah tahu anaknya sedang menatap kosong keluar jendela kamarnya.

Sania tidak menjawab suara ibunya, bahkan Sania sudah tidak tahu bahwa ibunya sedang berbicara kepadanya. Sania seakan tidak ada disitu. Sania sedang bermain-main di dunianya sendiri.

Sebenarnya ibu Sania tahu Sania sedang membayangkan Rojib. Dulu mereka seringkali duduk berdua di bangku halaman rumah. Namun sekarang, bangku itu sudah tidak pernah diduduki siapapun. Bahkan Sania pun sudah tak pernah duduk disana lagi, Sania hanya berdiam diri di kamar menatap kosong keluar jendela. Ibunya hanya bisa menangis namun berusaha menghiburnya. Sania tidak gila, ia hanya tenggelam dalam kenangannya.

***Selesai***

Hay pengunjung Iezel.xyz, saya mau beritahu dulu bahwa saya suka sekali cerpen. Karena itulah saya ingin membuat postingan cerpen-cerpen bikinan saya sendiri di blog ini. Ohh iya, kalian jangan asal copas ya, misalkan anda ingin mengcopy cerpen saya sertakan juga penulisnya, ya kalau engga linknya dehh. Okey?

Tiap kali saya selesai membuat cerpen, saya akan menaruhnya di blog ini. so, bagi kamu yang suka cerpen dan ingin terus membaca cerpen bikinan saya, bisa follow blog ini, atau like fanspage facebook iezel untuk mendapatkan updatenya.
Ada juga penawaran jika cerpen anda ingin dimuat disini silakan hubungi saya selaku admin melalui halaman kontak.
Thx for your attention, see you
Iezel
Share:

1 comments:

Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.