[Cerpen] Sekedar Pensil Kayu

Sekedar Pensil Kayu
Oleh iezel Lee

Suatu senja di dekat rel kereta, lelaki tua menemukan pensil di antara kerikil dan memungutnya. Pensil itu tidak dicat, polos saja warna kayu. Terlihat dua garis samar yang melintang pada pensil tersebut. “Ini bukan pensil sembarangan, sepertinya ini pensil jaman dulu”, pikirnya. Pensil itu kelihatannya sudah cukup lama tergeletak di sana terlihat dari banyaknya debu dan kerak tanah menempel di beberapa bagian.

Lelaki tua itu duduk di dekat rel kereta, kemudian mengusap pensil yang ditemukannya, ia menjadi terinspirasi untuk menuliskan cerita pendek tentang suatu pensil ajaib yang menjadikan semua yang ditulisnya dapat menjadi kenyataan. “ya, cerita ini pasti akan menarik”, bisiknya kepada dirinya sendiri.

***

Lelaki tua ini tidak percaya pada hal-hal tahayul, ataupun kekuatan di luar sana. Ia hanya menganggap dunia ini ada, dan apapun yang membuatnya ada sudah tidak ikut campur lagi. Ketika ia menemukan pensil di hamparan kerikil, ia menyimpannya. Bukan berarti ia mulai percaya pada tahayul, hanya saja pensil itu terlihat antik, serta masih cukup bagus dan akan berguna untuk menulis beberapa cerita yang ada di kepalanya. Seperti cerita yang baru muncul di pikirannya senja tadi tentang seorang penulis yang mendapat keajaiban melalui sebuah pensil, atau cerita mengharukan yang sudah lama ada dipikirannya, yaitu cerita tentang perpisahan seorang lelaki dengan gadis yang saling mencintai.

“Sebaiknya aku raut dulu”, ia berbicara sendiri.
Lelaki tua ini tinggal sendirian, di sebuah rumah kecil di dekat stasiun kereta. Rumahnya hanya sebesar pos ronda. Bagian depan rumahnya ia isi dengan beberapa botol air mineral, beberapa bungkus rokok, serta beberapa kopi kemasan yang digantungkan pada tali. Di depannya rumahnya ada kursi bambu panjang, biasanya untuk duduk para pelanggan. Ia tidak pernah menikah. Saat muda ia melamar seorang gadis, dan saling berjanji akan selalu mencintai. Namun sehari setelahnya gadis itu pergi entah kemana tanpa pamit ataupun mengucapkan selamat tinggal dengan baik.

Ia tak pernah bisa mencintai orang lain lagi sejak itu. Sempat ia berpikir bahwa mungkin saja gadis yang meninggalkannya itu menikah dengan pria lain. Itu mungkin akan lebih baik daripada pergi tanpa pamit dan tak ada kabar sama sekali. Namun ketika teringat dulu saat mereka duduk di samping rel kereta. Ia jadi yakin suatu saat gadis itu akan kembali dan mereka akan bersama.

“Aku akan menulis cerita yang mana?”, lagi lagi lelaki tua itu berbicara sendiri.
 “Sebaiknya ku gabung saja ceritanya”, jawabnya kepada pertanyaannya sendiri.

Cerita yang ia tulis di awali dengan seorang lelaki berumur 19 tahun yang menyukai gadis sebayanya. Mereka adalah teman semenjak kecil, rumah mereka berjarak tidak lebih dari 100 meter. Akhir akhir ini mereka sering menghabiskan waktu senja di dekat rel kereta tidak jauh dari rumah.

“Kau suka senja kali ini Lia?”, tanya lelaki itu.
“Sangat suka“, jawabnya.
“Jadilah istriku. Aku akan selalu mencintaimu, dan kita dapat bersama-sama menikmati senja.”
“Iya, aku mau jadi istrimu. Aku juga akan selalu mencintaimu”
“Aku ingin menciummu Lia”, pinta lelaki itu.

Tiba-tiba lelaki tua tadi menjadi lelaki yang ditulisnya dan di depannya tengah berdiri gadis itu. Lalu mereka berciuman. Keesokan harinya ia ke rumah gadis itu dan hal yang mengherankan terjadi. Rumah itu kosong, gadis itu pergi, menghilang.
“Ohh, kenapa dia tetap menghilang?”, pikir lelaki itu.

Ia pulang dengan langkah gontai, lalu teringat tentang pensil ajaib yang ada di hamparan kerikil di samping rel kereta. Dengan segera ia mencari pensil itu, dan kemudian menemukannya.

Ia menuliskan suatu cerita lagi.
Cerita yang ia tulis ini di awali dari seorang lelaki berumur 19 tahun yang menyukai gadis sebayanya. Mereka adalah teman semenjak kecil, rumah mereka berjarak tidak lebih dari 100 meter. Akhir akhir ini mereka sering menghabiskan waktu senja di dekat rel kereta tidak jauh dari rumah.

“Kau suka senja kali ini Lia?”, tanya lelaki itu.
“Sangat suka“, jawabnya.
“Jadilah istriku. Aku akan selalu mencintaimu, dan kita dapat bersama-sama menikmati senja.”
“Iya, aku mau jadi istrimu. Aku juga akan selalu mencintaimu.”
“Aku ingin menciummu Lia”

Kemudian mereka berciuman. Karena hari mulai gelap mereka memutuskan untuk pulang ke rumah, lelaki itu diam-diam mengikutinya. Tiba-tiba lelaki itu menjadi lelaki yang ditulisnya. Dilihatnya gadis itu berjalan pulang. Gadis itu masuk ke dalam rumah. Lelaki itu tetap menunggu dan duduk bersembunyi di balik semak-semak di samping rumah gadis itu. Saat pagi hari telah tiba dilihatnya gadis itu ke luar rumah dengan gaun putih sangat indah. Kemudian lelaki itu berdiri dan hendak menghampirinya. Namun saat itu juga mobil jeep hitam mendekat ke arah gadis itu, dan keluar beberapa lelaki kekar yang menarik paksa gadis itu masuk ke mobil. Dalam sekejap gadis itu dibawa mobil jeep dan kemudian pergi.

Lelaki itu berlari mengejar jeep itu, namun tembakan pistol mengenai dada kanannya. Membuatnya roboh. Samar-samar dilihatnya mobil jeep itu pergi, sebelum semuanya terlihat gelap.
Begitu terbangun sekarang ia sudah berada pada rumah lamanya. Kembali pada tubuh tua yang berusia 60 tahun. Tangannya memegang pensil yang ia temukan sore kemarin di antara kerikil di pinggir rel kereta. Dilihatnya beberapa tumpuk kertas di ujung meja berisi cerita yang ia tulis dan di bawah tangannya tertindih selembar kertas yang masih kosong.

Lalu ia menulis “Lia, aku sangat mencintaimu.”, kemudian air matanya menetes ke atas kertas itu.
“Jika pensil ini memang ajaib mungkin aku akan menulis kau menikah dengan lelaki lain saja. Dan aku akan menunggumu hingga usia 60 tahun. Lalu kau datang menghampiriku, menikmati senja di samping rel kereta.”, begitu pikirnya.

Namun ia tak menulis cerita itu. Ia justru menaruh kembali pensilnya ke saku kanan jaketnya yang lusuh. Ia terpikir tentang sesuatu yang membuat dunia ini ada, dan kadang bertanya-tanya apakah sesuatu itu yang menuliskan seluruh kisah hidupnya? Takdirnya?
Tiba-tiba datang lelaki dan gadis yang berusia 20an ke warung kecil yang juga rumah bagi lelaki tua itu.

“kopi hitam dua”, ucap lelaki itu.
“Iya sebentar,”, lelaki tua kemudian mengambil dua gelas menuangkan kopi ke dalamnya, lalu menyeduhnya dengan air panas yang disimpan di termos.
“Ini silakan,” ucap lelaki tua itu, begitu lelaki tua itu melihat wajah gadis itu ia mengatakan “saat ku lihat wajahmu nona, membuatku teringat pada masa laluku”
“Memang bagaimana masa lalumu pak tua”, gadis itu bertanya
“Dulu sewaktu aku masih tampan seperti lelakimu aku bersama dengan gadis yang cantik sepertimu, namun tiba-tiba gadis itu menghilang.”
“Sepertinya kau benar-benar pak tua yang sedang kami cari, ibu memintaku mencarimu untuk menyampaikan surat ini.”
“Lelucon apa yang kamu buat nona, kau bahkan tak mengenalku. hahaha”, lelaki tua itu tertawa
“Ini bacalah, namun sayang sekali ibuku sudah meninggal karena gula.”, kata gadis itu sembari
menyerahkan surat dengan amplop putih polos itu. Di depan amplop tertulis “Untuk Widi”.
Ohh, ya ampun. Itu benar nama lelaki tua itu tertulis di sana. Tangannya bergetar saat menerima surat itu. Lelaki tua kemudian duduk dan mulai membuka surat itu.

“Widi, aku minta maaf karena tak pernah memberi kabar. Aku waktu itu diculik sama orang kekar, mereka membawaku entah kemana dan aku tak pernah bisa kabur. Begitu sampai di suatu tempat, ternyata tempat itu adalah tempat pelacuran. Setiap malam aku harus melayani lelaki-lelaki bejat. Hingga waktu itu ada seseorang yang membeliku dan membawaku keluar dari tempat itu. Ia mencintaiku, dan akupun juga begitu. Kami menikah. Dia sama sekali tak pernah bertanya masa laluku sehingga akupun tak sempat untuk menceritakan tentangmu. Aku ingin sekali memberitahumu bahwa aku sangat mencintai lelaki ini yang sekarang jadi suamiku. Namun aku tak pernah berani mengirim surat kepadamu atau menemuimu, ku pikir kau pasti akan sangat kecewa jika tahu aku begini. Sekarang bayang-bayang kematian membuatku tak tenang, dan ku pikir sebaiknya aku memberitahumu. Maka beginilah suratku. Semoga disana kau dan istrimu juga bahagia.
Dariku, Lia”

***
Lelaki tua itu kecewa dengan yang ia tulis sendiri, ia membungkus pensil itu dengan kertas berisi cerita yang ia tulis kemudian melemparkannya kembali ke hamparan kerikil.  Ia melihat matahari mulai bersembunyi di atas pohon yang jauh di barat, kemudian ia memutuskan untuk berjalan pulang ke rumahnya.
Tamat

Serpong, September 20, 2017
Share: